RADARMAGELANG.COM, Wonosobo – Wacana bergulirnya sistem pemilihan anggota legislatif dengan proporsional tertutup masih terus menjadi perbincangan hangat di kalangan DPRD. Tak terkecuali anggota DPR RI, Abdul Kadir Karding (AKK) yang ikut berkomentar mengenai hal tersebut.
“Sembilan partai serta partai-partai yang tidak masuk dalam parlemen itu sebenarnya menginginkan terbuka. Karena itu membuka ruang demokrasi dan ruang kompetisi yang lebih baik,” terang Karding saat acara halalbihalal bersama basisnya di Wonosobo, Minggu (14/5/2023).
Sampai saat ini menurutnya mayoritas partai menolak jika sistem pemilu menggunakan proporsional tertutup. Hanya PDI Perjuangan saja yang menjadi satu-satunya partai yang keukeuh menginginkan sistem pemilu menjadi tertutup.
“Tapi karena gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) maka nasibnya tergantung dari hakim-hakim konstitusi,” terang anggota komisi VII DPR RI dapil enam itu.
Bagi Karding, keputusan hakim dalam menentukan proses pemilu terbuka maupun tertutup seharusnya berbasis pada realitas yang terjadi di masyarakat. Dan sebagian masyarakat dan steak holder politik saat ini masih menginginkan sistem pemilu itu terbuka.
“Harusnya kan hukum itu diputuskan dengan melihat pertimbangan sosiologisnya juga. Tidak boleh hanya menggunakan pertimbangan teori saja,” ujar mantan anggota komisi II itu.
Apalagi menurutnya selama ini sistem pemilu dengan menjalankan proporsional terbuka sudah berjalan dan tidak ada masalah. Sehingga pihaknya merasa saat ini tidak ada urgensinya untuk mengganti sistem pemilu menjadi tertutup.
“Kan selama ini masih fine-fine aja. Kalau toh ada masalah satu dua kan biasa. Bagian dari dinamika,” ungkap politisi senior PKB itu.
Karding malah menyebut jika mengacu pada konteks demokrasi sesuai dengan amanat UU, justru pemilihan kepala daerah dan pemilihan gubernur yang seharusnya menjadi tertutup. Bukan pemilihan legislatifnya. “Nanti itu kalau legislatif yang tertutup, nanti itu orang-orang yang berkualitas yang di senangi rakyat belum tentu terpilih,” lanjutnya.
Terlebih kata dia, jika menggunakan sistem tertutup itu setiap calon yang akan jadi anggota DPR hanya berdasar pada like and dislike pimpinan partai. Hal tersebut menurutnya tidak akan menghubungkan keinginan rakyat dengan keinginan partai.
“Karena itu menurut saya secara politik maupun hukum tidak ada alasan untuk membuat pemilu menjadi tertutup,” tandasnya. (git/lis)