21.1 C
Magelang
Tuesday, 12 December 2023

Tahun 2024, TPA Wonorejo Tak Terima Sampah dari Desa

RADARMAGELANG.COM, Wonosobo – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Wonosobo serius membenahi persoalan sampah. Pasalnya tahun 2024 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Wonosobo akan menutup akses sampah dari desa.

Kepala DLH Endang Lestyaningsih menjelaskan saat ini pemerintah tengah merintis desa mandiri sampah. Hal ini untuk menguatkan wacana tahun 2024 Kabupaten Wonosobo bisa mandiri dalam pengelolaan sampah.

“Kita kumpulkan para pengurus bank sampah induk, serta bank sampah di 15 wilayah kecamatan untuk diberi pemahaman mengenai persoalan sampah di Wonosobo yang musti ditangani dengan serius,” terang Endang saat temu silaturahim, halalbihalal bersama bank sampah, dan kelompok pengelola sampah mandiri se-Kabupaten Wonosobo di Taman Plaza, Kamis (4/5/2023).

Menurutnya, mengatasi persoalan sampah ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah dan DLH saja. Namun keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang memiliki kesadaran bersama untuk mau mengelolanya dengan baik.

“Karena sampai hari ini dari 265 desa yang ada di Kabupaten Wonosobo, setidaknya masih ada 109 desa yang membuang sampah ke TPA Wonorejo,” katanya.

Padahal TPA Wonorejo sebenarnya hanya didesain untuk melayani sampah di wilayah perkotaan. Namun sejak 2018 justru banyak sampah dari desa yang ikut dibuang di lokasi itu. Jika ratusan desa itu terus ikut menimbun sampah di TPA Wonorejo maka kondisi sampah akan semakin menggunung.

“Kondisi TPA Wonorejo sudah sangat memprihatinkan. Dengan luas hanya sekitar 2,9 hektare, setiap hari pada tahun 2022 itu menerima kiriman hingga 135 ton sampah per hari. Di TPA kan ada batas maksimum, kalau sampah dari 109 desa terus datang jelas di TPA akan sangat kewalahan,” ungkapnya.

Untuk itu pemerintah melalui DLH terus mencari solusi. Salah satunya dengan menerapkan pengurangan timbulan sampah sejak 15 Desember 2022 lalu. Yakni dengan mengurangi sampah masuk dari desa yang diperbolehkan maksimal 50 persen dari kondisi awal.

“Uji coba itu mulai berjalan, tahun 2023 ini sekitar 30 ton sampah bisa terkurangi. Meskipun masih cukup fluktuatif, namun sampah yang masuk sekarang sudah berada di angka 90 sampai 100 ton per hari,” lanjutnya.

Pihaknya berharap para pegiat bank sampah untuk bisa mengkampanyekan desa mandiri sampah. Dengan membentuk kembali kepengurusan dan management yang lebih profesional. “Kita punya Desa Wonosroyo misalnya, dengan pengelolaan sampah organik untuk pengelolaan sampah. Desa Jojogan berinovasi dengan pembuatan alat pembakaran sampah organik dan anorganik menggunakan drum bekas dan oli bekas. Kita butuh banyak desa yang bisa seperti ini,” katanya.

Terkait hal itu Wakil Bupati Wonosobo Muhammad Albar mengatakan perlu adanya upaya-upaya yang strategis, dalam rangka pengelolaan sampah. Baik melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip reduce, reuse dan recycle (3R).

Hal ini selaras dengan Perda tentang Pengelolaan Sampah, yang mengubah paradigma pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Tetapi perlu adanya keterlibatan peran serta masyarakat dan pemerintah desa dalam rangka menuju pembangunan desa.  Apalagi Kabupaten Wonosobo dikenal sebagai salah satu kota pariwisata. Selain adanya perputaran uang dari para wisatawan, juga sampah yang ikut dibawanya.

“Maka penting memahami bagaimana tata kelola sampah ini secara tersistem dan berkelanjutan,” ujarnya.

Yang tak kalah penting juga menurutnya adalah menanamkan pengetahuan mengenai sampah pada anak sekolah. Edukasi menurutnya menjadi bagian yang tak bisa dilepaskan pada generasi penerus.  (git/lis)

RADARMAGELANG.COM, Wonosobo – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Wonosobo serius membenahi persoalan sampah. Pasalnya tahun 2024 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Wonosobo akan menutup akses sampah dari desa.

Kepala DLH Endang Lestyaningsih menjelaskan saat ini pemerintah tengah merintis desa mandiri sampah. Hal ini untuk menguatkan wacana tahun 2024 Kabupaten Wonosobo bisa mandiri dalam pengelolaan sampah.

“Kita kumpulkan para pengurus bank sampah induk, serta bank sampah di 15 wilayah kecamatan untuk diberi pemahaman mengenai persoalan sampah di Wonosobo yang musti ditangani dengan serius,” terang Endang saat temu silaturahim, halalbihalal bersama bank sampah, dan kelompok pengelola sampah mandiri se-Kabupaten Wonosobo di Taman Plaza, Kamis (4/5/2023).

Menurutnya, mengatasi persoalan sampah ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah dan DLH saja. Namun keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang memiliki kesadaran bersama untuk mau mengelolanya dengan baik.

“Karena sampai hari ini dari 265 desa yang ada di Kabupaten Wonosobo, setidaknya masih ada 109 desa yang membuang sampah ke TPA Wonorejo,” katanya.

Padahal TPA Wonorejo sebenarnya hanya didesain untuk melayani sampah di wilayah perkotaan. Namun sejak 2018 justru banyak sampah dari desa yang ikut dibuang di lokasi itu. Jika ratusan desa itu terus ikut menimbun sampah di TPA Wonorejo maka kondisi sampah akan semakin menggunung.

“Kondisi TPA Wonorejo sudah sangat memprihatinkan. Dengan luas hanya sekitar 2,9 hektare, setiap hari pada tahun 2022 itu menerima kiriman hingga 135 ton sampah per hari. Di TPA kan ada batas maksimum, kalau sampah dari 109 desa terus datang jelas di TPA akan sangat kewalahan,” ungkapnya.

Untuk itu pemerintah melalui DLH terus mencari solusi. Salah satunya dengan menerapkan pengurangan timbulan sampah sejak 15 Desember 2022 lalu. Yakni dengan mengurangi sampah masuk dari desa yang diperbolehkan maksimal 50 persen dari kondisi awal.

“Uji coba itu mulai berjalan, tahun 2023 ini sekitar 30 ton sampah bisa terkurangi. Meskipun masih cukup fluktuatif, namun sampah yang masuk sekarang sudah berada di angka 90 sampai 100 ton per hari,” lanjutnya.

Pihaknya berharap para pegiat bank sampah untuk bisa mengkampanyekan desa mandiri sampah. Dengan membentuk kembali kepengurusan dan management yang lebih profesional. “Kita punya Desa Wonosroyo misalnya, dengan pengelolaan sampah organik untuk pengelolaan sampah. Desa Jojogan berinovasi dengan pembuatan alat pembakaran sampah organik dan anorganik menggunakan drum bekas dan oli bekas. Kita butuh banyak desa yang bisa seperti ini,” katanya.

Terkait hal itu Wakil Bupati Wonosobo Muhammad Albar mengatakan perlu adanya upaya-upaya yang strategis, dalam rangka pengelolaan sampah. Baik melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip reduce, reuse dan recycle (3R).

Hal ini selaras dengan Perda tentang Pengelolaan Sampah, yang mengubah paradigma pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Tetapi perlu adanya keterlibatan peran serta masyarakat dan pemerintah desa dalam rangka menuju pembangunan desa.  Apalagi Kabupaten Wonosobo dikenal sebagai salah satu kota pariwisata. Selain adanya perputaran uang dari para wisatawan, juga sampah yang ikut dibawanya.

“Maka penting memahami bagaimana tata kelola sampah ini secara tersistem dan berkelanjutan,” ujarnya.

Yang tak kalah penting juga menurutnya adalah menanamkan pengetahuan mengenai sampah pada anak sekolah. Edukasi menurutnya menjadi bagian yang tak bisa dilepaskan pada generasi penerus.  (git/lis)

Artikel Terkait

POPULER

TERBARU

Enable Notifications OK No thanks