RADARSEMARANG.ID, Semarang – Pantas saja Pasar Johar hingga kini sepi. Pasalnya, sejak awal, diduga ada yang tidak beres dalam penataan pedagang. Informasi terbaru, sedikitnya ada 300 pedagang dari luar Johar Cagar Budaya yang kini mendapatkan lapak di pasar yang dibangun pada masa Kolonial Belanda tersebut.
Sebaliknya, ada ratusan pedagang lama yang justru terpental ke Shopping Center Johar (SCJ) dan Kanjengan. Hadirnya pedagang dari luar itu semakin menguatkan adanya dugaan jual beli lapak yang dilakukan oknum pedagang dengan dinas terkait. Dugaan praktik curang ini telah dilaporkan perwakilan pedagang ke Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polrestabes Semarang.
“Ada 300 lebih pedagang yang dari luar Johar Cagar Budaya masuk dan bisa dapat kios ataupun los. Misalnya, pedagang dari Pungkuran ataupun Yaik Baru. Ini kan lucu dan kami nilai ada manipulasi,” kata kuasa hukum sekaligus perwakilan pedagang Didik Agus Triyanto kepada Jawa Pos Radar Semarang, kemarin.
Didik menjelaskan, data 300 pedagang dari luar Johar Cagar Budaya ini ditemukan berdasarkan data base Dinas Perdagangan. Ia menduga kuat ada indikasi jual beli ataupun uang pelicin yang dilakukan oknum pedagang kepada oknum petugas Dinas Perdagangan untuk bisa mendapatkan tempat di Johar Cagar Budaya.
“Harusnya kan ditempati pedagang asli, lha ini pedagang luar bisa masuk dan mendapatkan kios, kan lucu,” tuturnya.
Setelah melakukan penelusuran, Didik mengaku menemukan indikasi praktik jual beli dari broker, yakni oknum pedagang dan petugas dinas. Satu kios yang ada di Johar Utara misalnya dihargai Rp 165 juta. “Kita sempat jebak oknum tersebut. Kami pura-pura mencari kios. Broker ini menyebut harga lapak di Johar Utara Rp 165 juta,” jelasnya.
Memperkuat dugaannya, kemudian ia memberikan uang tanda jadi sebesar Rp 300 ribu lengkap dengan kuitansi. Dalam kuitansi tersebut, jelas tertera nomor lapak dan nama pemilik lapak sebelumnya, serta tanda tangan di atas materai.
“Dugaan jual beli ini juga ada orang dinas yang terlibat. Ada pula tim yang menjadi dalang di balik jual beli ini. Sudah ada buktinya, dan sudah kita laporkan,” tuturnya.
Ia meminta agar dinas bisa metani pedagang dari luar yang bisa masuk untuk dikeluarkan, setelah itu dilakukan penataan. Dari data yang dimiliki Didik, 90 persen pedagang yang ada di Johar Cagar Budaya merupakan pedagang baru yang berasal dari beberapa blok, seperti Kanjengan, Yaik, dan lainnya.
“Karena ada pedagang lama yang nggak kenal dengan kanan kirinya. Indikasi jual beli ini melibatkan tiga sampai empat orang di dinas, dan ada backup-nya bermain di Johar Cagar Budaya,” tegasnya.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Nurkholis menjelaskan jika terkait dugaan jual beli pihaknya mengatakan akan ada yang menangani sendiri. Ia mengaku lebih fokus ke penataan sesuai mandat dari Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
“Kita fokusnya ke penataan, by data antara tempat, pedagang ada berapa, dan statusnya. Langkah penataan berikutnya adalah kebijakan. Nanti dari data yang ada ini jika bicara penataan harus ada konsep,” tambahya.
Disinggung terkait pedagang luar yang masuk ke Johar Cagar Budaya, pihaknya mengaku akan menyusun suatu konsep dengan memperhatikan masukan yang ada. Baik pedagang yang komplain ataupun pedagang yang tidak melakukan komplain. “Kita berusaha berlaku adil. Dari total 3.800 pedagang, yang sudah masuk saat ini 1.500 pedagang,” katanya.
Sejumlah pedagang Pasar Johar saat ditanya soal dugaan jual beli lapak ini mengaku tidak tahu.
Salah satu pedagang Sugeng mengaku, setahunya hanya ada pelimpahan lapak ke orang lain lantaran pemiliknya sudah berusia lanjut dan anak-anaknya tidak mau meneruskan. “Kabarnya sih seperti itu,” jelasnya.
Ia mendengar kabar, jika los kalau mau dilimpahkan seharga Rp 120 juta. Sedangkan kios seharga Rp 150 juta -Rp 170 juta. “Kalau los, kayu seperti ini lho, Mas,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang, Selasa (1/2).
Pedagang lain, Yani, menjelaskan, ia mempunyai tiga lapak. Dua di Johar Tengah, dan satu di dekat alun-alun. Ia mengurus sendiri pendaftaran dan dulunya memiliki surat dasaran resmi. Sehingga sampai saat ini tidak dikenakan biaya sama sekali. “Kalau melalui ketua kelompok sih ada pungutannya. Pendaftaran saja sebesar Rp 50 ribu per lapak,” ujarnya.
Ia mengaku sempat mendengar kabar, ada permainan seperti jual-beli kios seharga Rp 165 juta. “Katanya sih ada petugas dan pedagang nakal, Mas,” ucapnya.
Selain itu, ada juga yang bisa mendapatkan tempat bersebelahan ataupun berjajar. “Kemarin juga sempat rame petugas dinas meh dianiaya gara-gara pembagian nggak bener. Undiannya pakai online dan pedagang tidak tahu ngundinya bagaimana? Kasihan yang belum dapat kios maupun los,” tuturnya. (den/fgr/aro)