23.2 C
Magelang
Saturday, 9 December 2023

Perlu Pendekatan Sastra, Agar Tak Asal-asalan Memaknai Relief

RADARMAGELANG.COM, Mungkid – Hotel Atria Magelang menggelar Borobudur Pariwisastra. Kegiatan yang menghadirkan pendiri Lembaga Kebudayaan Nitramaya Eyang Bambang Eka Prasetya itu mengajak masyarakat agar tidak seenaknya memaknai relief Candi Borobudur secara keliru.

Eyang Bep, sapaan akrabnya, memandang perlunya paradigma sastra dalam membaca relief. Pendekatan itu, memungkinkan mendapatkan makna relief secara komprehensif. Bukan lagi sebatas hipotesis, pendapat, maupun dugaan.

“Yang saya jelaskan ini adalah analisis kisah relief Candi Borobudur berbasis sastra klasik Sutapitaka,” katanya di sela Lokakarya Borobudur Pariwisastra di Hotel Atria, Senin (13/2).

Ia menjelaskan, menangkap makna relief menggunakan pendekatan sastra jarang dikenalkan kepada publik. Sebab, selama ini yang diperkenalkan sebatas pendapat, baik dari perorangan maupun lembaga.

Menurutnya dalam menggali makna relief harus berkiblat pada kitab sastra klasik Sutapitaka. Bukan melihat relief secara kasat mata dan memaknainya. Dirinya juga menganggap, cerita yang disajikan di Borobudur saat ini bahkan sejak zaman Belanda hanya sebatas opini dan hipotesis. “Maka yang terkenal di Borobudur saat ini juga banyak yang melenceng dari sastra,”tandasnya.

Lantas, ia memberi contoh Kapal Samuderaraksa. Menurutnya kapal tersebut hanya hipotesis. Tidak ada dalam sastra. Bukan kapal yang ada di cerita relief Candi Borobudur. “Itu adalah kapal ekspedisi yang terinspirasi gambar relief,” imbuhnya.

Sementara General Manager Atria Hotel Magelang Chandra Irawan mengungkapkan, kegiatan itu merupakaan bentuk apresiasi kepada Asosiasi Travel Agent dan pelaku pariwisata. Tujuannya untuk mendalami pengetahuan tentang Borobudur dari sisi sastra. (mia/lis)

 

RADARMAGELANG.COM, Mungkid – Hotel Atria Magelang menggelar Borobudur Pariwisastra. Kegiatan yang menghadirkan pendiri Lembaga Kebudayaan Nitramaya Eyang Bambang Eka Prasetya itu mengajak masyarakat agar tidak seenaknya memaknai relief Candi Borobudur secara keliru.

Eyang Bep, sapaan akrabnya, memandang perlunya paradigma sastra dalam membaca relief. Pendekatan itu, memungkinkan mendapatkan makna relief secara komprehensif. Bukan lagi sebatas hipotesis, pendapat, maupun dugaan.

“Yang saya jelaskan ini adalah analisis kisah relief Candi Borobudur berbasis sastra klasik Sutapitaka,” katanya di sela Lokakarya Borobudur Pariwisastra di Hotel Atria, Senin (13/2).

Ia menjelaskan, menangkap makna relief menggunakan pendekatan sastra jarang dikenalkan kepada publik. Sebab, selama ini yang diperkenalkan sebatas pendapat, baik dari perorangan maupun lembaga.

Menurutnya dalam menggali makna relief harus berkiblat pada kitab sastra klasik Sutapitaka. Bukan melihat relief secara kasat mata dan memaknainya. Dirinya juga menganggap, cerita yang disajikan di Borobudur saat ini bahkan sejak zaman Belanda hanya sebatas opini dan hipotesis. “Maka yang terkenal di Borobudur saat ini juga banyak yang melenceng dari sastra,”tandasnya.

Lantas, ia memberi contoh Kapal Samuderaraksa. Menurutnya kapal tersebut hanya hipotesis. Tidak ada dalam sastra. Bukan kapal yang ada di cerita relief Candi Borobudur. “Itu adalah kapal ekspedisi yang terinspirasi gambar relief,” imbuhnya.

Sementara General Manager Atria Hotel Magelang Chandra Irawan mengungkapkan, kegiatan itu merupakaan bentuk apresiasi kepada Asosiasi Travel Agent dan pelaku pariwisata. Tujuannya untuk mendalami pengetahuan tentang Borobudur dari sisi sastra. (mia/lis)

 

Artikel Terkait

POPULER

TERBARU

Enable Notifications OK No thanks