RADARMAGELANG.COM, Magelang – Sejumlah seniman muda di Magelang menggelar pameran poster bertajuk POST(disast)ERS di Maja Kitchen and Coffee. Pameran ini merespon fenomena revolusi dunia pascapandemi Covid-19. Selain dipajang, poster-poster itu juga dijual dengan harga terjangkau Rp 300 ribu per item.
Penulis pameran Kury Yusuf mengatakan, ide pameran ini lahir dari sebuah rasa seorang tenaga kesehatan (nakes) ketika menghadapi badai pandemi Covid-19. Semua getir kesedihan dan kelegaan usai melewati bencana dahsyat itu diceritakan. #stickaround—pengelola pameran—lantas menangkap itu sebagai peluang untuk menghadirkan sebuah ruang refleksi. Kemudian mengomunikasikannya kepada para seniman muda Magelang untuk membuat karya poster.
“Ternyata, pandemi Covid-19 itu tidak melulu soal bencana, tapi ada berkah yang bisa dirasakan setelah bencana kesehatan itu terjadi. Semua itu dituangkan dalam sebuah karya poster,” kata Kury kepada RADARMAGELANG.COM, Rabu (21/6).
Setidaknya ada 15 seniman yang mengikuti pameran ini. Mereka adalah Agung Muliana, Bagas Pandu, Cutnotslices, Cherly Noor, Doni Dermawan, Fany Sejati, Faishal Mahdy, Febri Ryan, FRYRTHP, Gindring Waste, Isnain Bahar, Ilene Yosevin, Kurlyminal, Pulung Wicaksono, dan Vikaz Viex.
Menurut Kury, pameran poster ini sekaligus mengenalkan kepada masyarakat bahwa di Magelang memiliki seniman-seniman muda potensial. Karya-karya mereka bahkan sudah mendapat apresiasi di luar negeri. Seperti untuk mengerjakan sampul album sebuah band, juga mengikuti pameran di negara tetangga.
“Karena itu, kami memilih lokasi pameran ini di kafe, agar semua orang bisa melihat karya mereka,” ungkap Kury.
Pameran poster ini pun mendapat sambutan hangat dari kolektor ternama di Indonesia asal Magelang, yakni Oei Hong Djien. Pemilik Museum OHD ini memuji karya-karya yang dilihatnya itu luar biasa. Ia juga setuju, jika karya tersebut dijual dan memerhatikan kemampuan masyarakat untuk memilikinya. Langkah ini memantik semangat masyarakat, terutama anak muda untuk mengawali diri menjadi seorang kolektor. Dan kemudian memajang karya tersebut di rumah.
“Itu sangat bagus. Sudah seharusnya, kita harus menyosialisasikan seni sebagai alat dekorasi rumah-rumah,” ungkapnya.
Semakin banyak masyarakat yang menghiasi dinding rumah dengan karya seni, ia yakin perkembangan seni di Magelang akan semakin pesat. “Kita tidak bisa mengharapkan seseorang yang belum pernah mengenal seni, tidak ada background seni, bersemangat terhadap seni, langsung mencintai seni itu tidak bisa. Tapi selalu melalui hal-hal yang gampang diapresiasi terlebih dulu,” ungkapnya.
Menurutnya, seni itu sangat seksi. Bisa dilibatkan untuk segala tujuan, dan seni itu menyenangkan. Bisa membikin suasana menyatu. Bahkan pemilihan pameran di kafe juga menjadi ide yang baik. Karena ia menceritakan bahwa kafe di zaman dulu menjadi tempat pertemuan banyak seniman, salah satunya dilakukan oleh para seniman Paris.
Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang (DKKM) M Nafi menyebutkan, pameran POST(disast)ERS ini wujud nyata simbiosis mutualisme antara dunia seni yang diwakili oleh seniman dengan dunia bisnis yang ditangkap oleh pengelola kafe. Pameran di tempat seperti ini juga membuat pengunjungnya tidak terbatas. “Ini tren di dunia kreatif, yang menyatukan antara kuliner dengan seni rupa atau dengan beragam seni lainnya,” tuturnya. (put/aro)