PURWOKERTO, RADARMAGELANG.COM – Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah berinisiatif merevitalisasi sastra lisan Banyumas. Sebab, seiring perubahan zaman, kekayaan sastra lisan dan budaya yang khas dari Banyumas bisa punah.
Untuk merealisasikan itu, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah akan menggandeng Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan pemangku kepentingan.
Kepala Balai Bahasa Bahasa Provinsi Jawa Tengah Dr. Ganjar Harimansyah mengatakan, setidaknya ada dua sastra lisan di Banyumas yang kini mulai tergerus oleh perubahan zaman. Yakni dalang jemblung dan tradisi maca babad. Kedua sastra lisan tersebut kini mulai jarang digunakan oleh masyarakat Banyumas.
“Kami akan menggandeng Pemkab Banyumas dan akan beraudiensi dengan Bapak Bupati. LPPM Unsoed dan pemangku kepentingan yang lain tentu akan kami ajak bersama-sama melindungi sastra lisan di Banyumas,” ujarnya saat melakukan koordinasi dan diskusi bertema pelindungan sastra di ruang rapat Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unsoed, Purwokerto (15/2/2022).
Sementara itu, Ketua LPPM Unsoed, Prof. Dr. Rifda Naufalin, mengatakan Banyumas memiliki bahasa, sastra, dan budaya yang khas, yang berbeda dengan daerah lainnya.
Koordinator Pusat Penelitian Budaya Daerah dan Pariwisata Imam Suhardi, M.Hum. mengatakan selain dalang jemblung, terdapat sastra lisan maca babad yang mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Babad Pasirluhur merupakan babad tertua Banyumas yang menceritakan cikal bakal berdirinya Kadipaten (sekarang kabupaten) Banyumas. Babad tersebut ditulis dalam bentuk kidungan dengan bahasa campuran Jawa Kuno, Sunda, dan Jawa Mataraman.
“Babad yang dilantunkan dengan tembang Macapat ini kini mulai hilang di berbagai daerah di Banyumas. Di Dusun Cibun, Desa Sunyalangu, tradisi ini mulai dihidupkan lagi oleh para tetua dan keturunan Mbah Sikun, tokoh pembaca Babad Pasirluhur,” terangnya.
Dosen FIB Unsoed, Nisa Roiyasa, menjelaskan setakat ini usaha menghidupkan kembali tradisi maca babad di Desa Sunyalangu dilakukan melalui revitalisasi budaya. Di antaranya, mendirikan Omah Maca dan mengolaborasikan teknik membaca Babad Pasir Luhur dengan metode macakanda. (lis)